Minggu, 11 Mei 2014

Cerpen - Sepenggal Kisah Seorang Anak Pemulung

    Hidup seorang anak bernama Kaspo yang sedang termenung dalam alunan suara gemericik air yang turun dari langit. Kaspo bersama keluarganya sedang berteduh di bawah naungan atap sebuah bangunan tua di pinggir kota. Dilihatnya jam tangan yang tergantung di pinggir sebuah gerobak menunjuk tepat angka tujuh. 

    “Kaspo, Tala, ayo masuk gerobak, sudah waktunya tidur.”, kata ibu Kaspo penuh kasih sayang.

    Ibu mengangkat Tala, adik Kaspo, masuk ke dalam gerobak. Sedangkan Kaspo berusaha mengangkat tubuhnya sendiri agar dapat mencapai lubang gerobak, sehingga ia bisa memasukinya. Kaspo dan Tala harus tidur di dalam sebuah gerobak berbentuk balok yang panjangnya tak lebih dari 2 meter. Berbagi tempat dengan sang adik sudah biasa Kaspo lakukan. Apalagi kakak beradik itu harus tidur di atas tumpukan botol bekas yang terdapat di bagian dasar gerobak. Sedangkan ayah dan ibu Kaspo tidur di atas lembaran kardus bekas beratapkan atap bangunan tua yang terlihat retak disana sini. Begitulah kehidupan keluarga Kaspo.   

(Sumber gambar: www.google.com)
    Berprofesi sebagai pemulung menjadi alasan mengapa keluarga Kaspo tidak bisa membeli, atau setidaknya menyewa rumah. Untuk makan saja keluarga Kaspo pusing tujuh keliling. Pasalnya, botol bekas yang mereka cari baru akan dijual jika sudah terkumpul sedikitnya sepuluh karung. Padahal, dalam sehari keluarga Kaspo hanya mampu mengumpulkan lima karung. Itupun karung ke lima isinya tidak penuh. Walau demikian, harapan anak berusia dua belas tahun itu untuk menjadi pemain sepak bola profesional tak pernah pupus. Kaspo ingin mewujudkan impiannya itu. Ia tidak ingin hidup hanya untuk meneruskan perjuangan orang tuanya sebagai pemulung. Ia ingin berubah. Namun, dibalik kekurangannya itu, Kaspo tetap mensyukuri anugrah Tuhan yang telah diberikan kepadanya. 

    “Kukuruyuk....”, suara ayam yang merambat melalui udara dan masuk ke dalam telinga ayah Kaspo membangunkannya dari mimpinya. Matahari mulai menampakkan pesona tubuhnya. Hari telah berganti. Sang ayah membangunkan keluarga kecilnya itu. Lalu, mereka mulai menyiapkan diri untuk mencari botol-botol bekas, seperti yang biasa mereka lakukan.  

    Kaspo mulai melangkahkan kakinya meninggalkan bangunan tua itu. Begitu juga dengan kedua orang tuanya. Ayah Kaspo menarik gerobak di sisi depan, sedangkan sang ibu membantunya mendorong gerobak dari belakang. Tala duduk di dalam gerobak. Maklum, usianya baru tiga tahun. Kaspo berjalan mendahului keluarganya. Ia bertugas mencari sumber botol bekas, jadi ia bisa memberitahukan letak botol-botol bekas itu dan mengajak ayah serta ibunya untuk menuju tempat tersebut. 

    Perjalanan sudah memakan waktu tiga jam tiga puluh menit. Kaspo belum menemukan satu pun sampah botol bekas yang dicarinya itu. Kaspo beserta keluarganya mulai mencari botol-botol bekas di tengah keramaian kota. Keluarga Kaspo melewati jalan raya kota. Setelah melalui jalan penuh kendaraan bermesin canggih itu, tibalah keluarga Kaspo pada suatu tempat rekreasi yang sedang ramai akan pengunjung. Dalam benak sang ayah, pasti akan ada banyak sampah botol bekas dari tempat itu. Maka, sang ayah memerintahkan istrinya dan Kaspo untuk mulai mencari dan mengambil botol plastik yang telah terbuang di tempat itu. Karena Tala masih kecil, maka ibunya dengan sabar menggendong Tala selama ia bekerja. Sedangkan gerobak sebagai salah satu harta kekayaan mereka dipinggirkan. Penuh cekatan, sang ayah, ibu, serta Kaspo mengambil sampah botol plastik itu dan memasukkannya ke dalam karung.

    Kaspo yang kala itu sedang memungut botol bekas di dekat ayahnya, melihat sebuah truk besar berisi tumpukan sampah sedang terparkir di dekat pintu keluar tempat rekreasi itu.

    “Ayah, aku ingin mencari botol bekas di dalam truk itu, siapa tahu botol yang akan aku dapatkan lebih banyak dari yang telah aku dapatkan saat ini.”,izin Kaspo. 

    “Baiklah jika kamu memang mau. Tetapi ingat, nanti jika ayah panggil, kamu harus segera keluar.”,jawab sang ayah. 

    Kaspo pun meninggalkan ayahnya dan bergerak menuju truk besar berisikan sampah itu. Karena tinggi, kaspo merasa kesulitan untuk memasuki truk itu. Ia meminta salah satu petugas kebersihan yang kebetulan sedang berjalan melewati truk itu. 

    “Pak, tolong angkatkan tubuh saya ke atas truk ini.”,minta Kaspo. Tanpa basa-basi, petugas kebersihan itu mulai mempersiapkan tangannya untuk mengangkat Kaspo dan menjawab,
    ”Oke, siap-siap ya. Satu, dua, tiga.” Pada hitungan ketiga Kaspo diayunkan ke atas oleh petugas kebersihan. Kaspo mengucapkan terimakasih, dan petugas kebersihan itu pergi. Penuh dengan kecermatan, ketelitian, dan kehati-hatian, Kaspo mengorek-orek tumpukan sampah itu dan mencari botol bekas. Dari galian sampahnya itu, ia melihat puluhan sampah botol yang membuat hatinya merasa senang. Pencariannya itu tidak sia-sia. Apalagi, apa yang telah ia katakan kepada ayahnya itu memang benar adanya. Kaspo pun mengambil botol-botol itu. 

    Di luar truk, seorang yang merupakan pemilik truk sampah itu berjalan menuju truknya selepas buang air kecil di toilet tempat rekreasi itu. Orang itu hanya memakirkan kendaraannya untuk meminjam toilet. Setelah memasuki dan menduduki jok kursi pengemudi, orang itu menyalakan mesin dan mulai meninggalkan tempat rekreasi itu. Karena Kaspo telah larut dalam kesenangannya, ia tidak merasakan adanya getaran-getaran truk yang sedang dinaikinya.

    “Kaspo! Kaspo! Ayo pergi dari tempat ini! Kaspo, ayo pergi!”,teriak sang ayah.
Sang ayah curiga. Ia merasa ada yang janggal dari teriakannya itu. Biasanya, jika dirinya sudah menyebut nama Kaspo, pasti sang anak akan menyautnya. Namun, tidak untuk kali ini. Jantungnya berdebar-debar. Tak biasa ia merasa seperti ini. Sang ayah mulai mencari anaknya itu. Tak ada satu pun tanda-tanda kehadiran Kaspo, apalagi truk yang dinaiki Kaspo sudah tidak ada. Ia pun bertanya kepada salah satu petugas kebersihan yang melewatinya. 

    “Permisi, apakah Anda melihat anak kecil berwajah mirip saya di sekitar sini?”,tanya sang ayah. 

    “Tadi saya membantunya menaiki truk sampah di dekat sini.”,balas petugas kebersihan itu.

    “Dimanakah truk sampah itu sekarang?”,tanya sang ayah penuh harap.
    “Tadi saya melihat truk sampah itu meninggalkan tempat rekreasi ini”,jawab petugas kebersihan itu disertai dengan rasa khawatir, seperti yang dirasakan ayah Kaspo. 

    “Apa?! Sudah pergi? Astaga!”,teriak sang ayah. 

    Kemana perginya truk itu?”,lanjut sang ayah.

    “Maaf, saya kurang tahu. Namun, biasanya truk-truk sampah akan menuju tempat akhir pembuangan.”,balas petugas kebersihan itu. 

    Ayah Kaspo meninggalkan sang petugas kebersihan dengan berat hati, dan menuju ke tempat istrinya berada. Istrinya panik, melihat suaminya tidak menggandeng Kaspo. “Mana Kaspo?”, tanya sang ibu. Sang ayah menjelaskan kepergian anak sulungnya itu dengan terbata-bata. Mereka kebingungan mau mencari anaknya dimana. Mereka tidak dapat melakukan hal lain selain berdoa. Pasalnya, keterbatasan biaya dan alat transportasi membuat mereka tidak dapat bepergian jauh. Orang tua Kaspo selalu memohon dan berharap pada Tuhan supaya anaknya dapat kembali ke dalam pelukan mereka.   

    Kembali ke Kaspo. Tanpa disadari, Kaspo telah bergerak menjauhi keluarganya. Di tengah perjalanan, truk sampah yang dinaiki Kaspo melewati jalan menurun. Hal itu sontak membuat Kaspo tersungkur dari posisi sebelumnya yang berdiri. Segera, ia melihat ke arah luar truk. Dilihatnya pohon-pohon di pinggir jalan sedang bergerak menjauhi dirinya. Hal itu membuatnya berpikir bahwa truk sampah yang dinaikinya sedang bergerak. Ia tidak dapat melakukan apa-apa. Kaspo duduk merenung meratapi nasibnya di atas tumpukan sampah dengan perasaan sedih. 

    Setelah melewati perjalanan yang panjang, truk akhirnya berhenti. Kaspo menyadarinya. Pelan namun pasti, Kaspo keluar dari truk. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Kaspo hanya memandangi tumpukan sampah yang terhampar di depan matanya, ia juga melihat orang-orang yang sedang mengais sampah di tempat itu. Ia menyadari bahwa dirinya sedang berada di tempat pembuangan akhir. 

    Pandangannya tertuju pada suatu aktivitas yang dilakukan oleh anak-anak pada dua ratus kaki dari tempatnya berdiri. Ia mulai menggerakkan kedua kakinya menuju ke tempat anak-anak itu berada. Kepalanya dipenuhi dengan keheranan. Dalam hatinya ia bertanya-tanya, apa yang membuat anak-anak itu bermain sepak bola di tempat yang kotor ini. Padahal, biasanya di waktu luang ia bermain sepak bola bersama teman barunya di lapangan. Kesibukannya sebagai pemulung botol bekas memang tidak menjadi beban bagi Kaspo. Ia justru mampu membagi waktuya setelah mencari botol bekas untuk bermain sepak bola, hal yang sangat digemari Kaspo. Apalagi, Kaspo tidak memiliki teman bermain yang tetap. Alasannya, ia selalu berpindah-pindah tempat dalam mencari rejeki.

    Kaspo pun melakukan apa yang biasa ia lakukan. Ia ikut bermain sepak bola dengan anak-anak yang baru ditemuinya di tempat itu. Anak-anak itu bersedia menjadi teman main Kaspo. Kaspo menggiring bola dengan cekatan layaknya pemain bola dunia, sebut saja Cristiano Ronaldo. Belum sampai lima menit bermain, Kaspo sudah mencetak gol. Teman-teman setimnya pun merasa terbantu dengan adanya Kaspo.

    Dari kejauhan, tampak seorang berpostur tegap dan berjas hitam, sedang berjalan mendekati Kaspo dan teman-temannya. Tanpa sepengetahuan Kaspo, orang itu terus memerhatikan permainan Kaspo. Selesai bermain, orang itu memanggil Kaspo dengan sebutan anak pencetak gol. Kaspo kemudian berjalan mendekati orang itu. Ia berbicara panjang lebar mengenai pesona serta penampilan Kaspo dalam menggiring bola. Singkat cerita, Kaspo menerima tawaran orang tersebut untuk dibawa ke tempat kerja orang itu untuk dibina, dan nantinya Kaspo akan menjadi pemain sepak bola profesional, seperti impiannya. Kaspo dan orang itu pergi meninggalkan tempat akhir pembuangan sampah menggunakan mobil super cepat. Mobil itu melaju dengan kecepatan penuh. Kurang dari sepuluh menit Kaspo sudah sampai di tempat tujuan. 

    Benar kata orang tadi. Setelah dibina dengan baik selama beberapa tahun, Kaspo kini telah bergabung dengan klub sepak bola nasional. Setiap kali ada pertandingan, dirinya selalu menjadi andalan serta perhatian di klub itu. Bagaimana tidak, Kaspo menjadi striker klub sepak bola ternama di negerinya. 

    Berita itu telah sampai ke telinga keluarganya. Apalagi, ketika ayahnya sedang memulung di dekat warung makan, dari luar ia melihat siaran sepak bola dari televisi di dalam warung makan tersebut. Dilihatnya anak sulungnya sedang berjuang untuk memasukkan si kulit bundar ke dalam gawang lawan. Karena penasaran, sang ayah masuk ke dalam warung makan itu, tetapi pemilik warung makan tersebut tidak mengizinkan ayah Kaspo untuk masuk. Ayah Kaspo tak lantas menyerah, ia mencoba masuk kembali dan meyakinkan pemilik warung makan itu mengenai anaknya yang sedang bertanding itu. Ia menanyakan kepada pemilik warung itu siapa sebenarnya pemain sepak bola yang sedang bertanding itu. Namanya benar Kaspo dan wajah sang ayah tak jauh berbeda dengan wajah orang yang sedang bermain sepak bola itu. Penuh keyakinan dan fakta mengenai ciri yang sama antara sang ayah dengan orang yang sedang bertanding sepak bola itu, sang ayah menuju ke tempat istri dan anak perempuannya berada. Ia menceritakan berita hangat yang baru saja didapatnya mengenai anak mereka yang hilang. 
    
    Tak lama setelah pertandingan Kaspo usai, dirinya diminta salah satu stasiun televisi untuk memberikan tanggapannya mengenai pertandingan sore ini. Setelah menjawab pertanyaan itu, sang reporter melontarkan pertanyaan terakhirnya kepada Kaspo. “Kaspo, apa yang menjadi keinginanmu selama ini?”,tanya sang reporter. “Keinginanku hanya satu. Aku ingin bertemu keluargaku.”,balas Kaspo dengan nada merendah. Mengetahui hal tersebut, sang pemilik warung makan yang dari tadi menyaksikan laga tanding tim Kaspo bergegas mencari pemulung yang baru saja mampir di tempat kerjanya. Setelah bertemu, sang pemilik warung makan memberitahukan kebenaran Kaspo yang kehilangan keluarganya. Mereka kemudian membahas perjalanan yang akan dilakukan agar dapat menemui Kaspo di tempatnya berlatih sepak bola.   

    Kesepakatan pun terjadi. Besok pagi, keluarga Kaspo akan pergi ke tempat berlatih Kaspo disaat tim Kaspo berlatih sepak bola. Sang pemilik warung makan berbaik hati menawarkan tumpangannya kepada keluarga Kaspo. Ia pun tak lagi sungkan-sungkan membolehkan keluarga Kaspo untuk masuk dan makan di warung makannya serta melepaskan biaya makan untuk keluarga Kaspo. 

    Hari telah berganti. Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, keluarga Kaspo bersama pemilik warung makan itu berangkat menuju lapangan yang biasa digunakan tim Kaspo berlatih. Sesampainya di lapangan sepak bola, keluarga Kaspo keluar dari mobil yang mereka tumpangi. Dari kejauhan terlihat ada beberapa orang yang sedang berlatih sepak bola. Keluarga Kaspo pun berjalan mendekat menuju ke tempat para pemain sepak bola itu berlatih. Satu persatu wajah orang-orang itu diamati oleh ayah, ibu, serta adik Kaspo. Namun, mereka tidak menemukan batang hidung Kaspo. Mereka memutuskan untuk duduk di pinggir lapangan sepak bola.   

    Dua puluh meter dari arah mereka duduk, terlihat beberapa wartawan yang sedang mengerubungi seseorang yang merupakan bagian dari pemain sepak bola yang akan berlatih hari ini. Terdengar kata Kaspo dari mulut para wartawan, dan suara itu didengar oleh sang ayah. Penasaran, sang ayah berjalan mendekati kerumunan wartawan itu. Penuh dengan perjuangan, sang ayah menerobos para wartawan yang haus akan berita. Betapa terkejut sang ayah ketika melihat siapa yang sedang berdiri di hadapannya. Begitu pula dengan Kaspo. Tanpa basa-basi, Kaspo langsung memeluk tubuh sang ayah yang telah rapuh dengan penuh rasa suka cita. Dirinya tak menyangka akan bertemu dengan ayah tercintanya di tempat itu. Kemudian, sang ayah memberitahu bahwa ibu Kaspo beserta adiknya berada di tempat ini. Menarik lengan sang ayah, Kaspo berlari meninggalkan para wartawan untuk menemui sang ibu tercinta dan adiknya tersayang. Mereka berempat saling berpelukan. Lantas, peristiwa ini menjadi sorotan para wartawan dan menjadi kabar hangat dari dunia sepak bola. Kini, media massa memberitakan kisah haru ini mengenai pertemuan keluarga Kaspo dengan pemain sepak bola ternama, Kaspo yang telah terpisah selama beberapa tahun.

    Pertemuannya dengan Kaspo telah mengubah kehidupan keluarga Kaspo. Kini, sang ayah dan ibu tidak lagi tidur beralaskan kardus. Begitu pula dengan sang adik, Tala yang biasa tidur di dalam gerobak. Keluarga Kaspo sudah menempati sebuah rumah idaman berkat kerja keras Kaspo. Keluarga Kaspo telah meninggalkan profesi lamanya sebagai pemulung. Sang ayah kini menjadi pengurus klub sepak bola yang dibintangi Kaspo. Sang ibu menjadi ibu rumah tangga, sedang Tala sedang berjuang untuk dapat mengikuti pelajaran di sekolah barunya. Kaspo tak henti-hentinya mengucap rasa syukur kepada Tuhan yang telah menolongnya dalam mewujudkan impiannya, serta merubah nasib keluarganya.                                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar