Bertata Krama
Islam sangat memperhatikan
aturan-aturan dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu dimaksudkan agar kehidupan manusia dapat
berjalan dengan baik, harmonis, dan terjaga nilai-nilai kemanusiaan. Dalam hal
bertata krama, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, misalnya
berpakaian, berhias, dalam perjalanan, bertemu, dan menerima tamu.
1. Tata Krama Berpakaian
Ada beberapa masalah yang perlu kita
ketahui dalam berpakaian, seperti fungsi pakaian dan adab pakaian.
a. Fungsi Pakaian
Ada tiga
macam fungsi pakaian, yaitu sebagai penutup aurat, untuk menjaga kesehatan, dan untuk
keindahan. Tuntutan Islam mengandung didikan moral yang tinggi. Dalam masalah
aurat, Islam telah menetapkan bahwa aurat laki-laki adalah antara pusar dan
kedua lutut. Adapun bagi perempuan adalah seluruh tubuh, kecuali muka dan
telapak tangan.
Islam tidak
memberikan batasan untuk bentuk atau model pakaian, karena hal itu berkaitan
dengan budaya setempat. Kita
diperkenankan memakai model pakaian apapun selama memenuhi persyaratan sebagai
penutup aurat.
Pakaian
adalah penutup tubuh yang dapat memberikan proteksi dari bahaya asusila,
memberikan perlindungan dari sengatan matahari juga terpaan hujan, sebagai
identitas seseorang, sebagai harga diri seseorang, dan untuk menjaga rasa malu
seseorang. Apabila dahulu pakaian yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat
dan longgar, sehingga tidak memberikan gambaran atau relief bentuk tubuh
seseorang, terutama kaum wanita, kini orang-orang justru menyebut pakaian
seperti itu kuno dan tidak mengikuti mode atau tidak modis. Uniknya lagi, makin sedikit bahan yang
digunakan dan makin ketat pakaian tersebut, maka makin mahal harganya. Namun
perlu diperhatikan bahwa orang yang tidak mampu dan tidak mau menjaga aurat
berarti ia memiliki kesamaan dengan orang gila.
Kita harus
ingat bahwa pakaian orang gila tidak pantas dikenakan di depan umum. Pelecehan
seksual juga banyak diakibatkan dari pemakaian yang mengumbar aurat tersebut.
Sebagaimana telah diperintahkan Allah SWT. untuk memakai pakaian yang menutup
aurat, dalam Surah al A’raf ayat 26 dan Surah al Ahzab ayat 59 sebagai berikut.
Artinya :
Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk
menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang
lebih baik. Demikianlah sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan
mereka ingat.
(QS. Al A’raf/7:
26)
Artinya :
Wahai Nabi! Katakanlah
kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin,
"Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang
demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
(QS. Al Ahzab/33: 59)
b. Adab Berpakaian
Islam
melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit) sehingga
menonjolkan bentuk tubuh pemakainya. Kedua cara berpakaian tersebut dilarang
oleh Islam karena hanya akan menarik perhatian dan menimbulkan kemaksiatan.
Dalam hal ini, Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :
Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum
pernah saya lihat keduanya, yaitu1) kaum yang membawa cambuk seperti seekor
sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam), 2)
perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada
perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk
surga dan tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga itu dapat tersium
sejauh perjalanan demikian dan demikian. (H.R. Muslim)
Maksud
kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi adalah perempuan-perempuan yang
suka menggunakan rambut sambungan. Mereka ingin rambutnya tampak banyak dan panjang,
sebagaimana wanita lainnya. Adapun rambutnya seperti punuk unta adalah sebutan
bagi wanita yang suka menyanggul rambutnya. Sedangkan mereka dikatakan
berpakaian, tetapi telanjang adalah mereka yang menempelkan pakaian pada
tubuhnya, tetapi tidak berfungsi sebagai penutup aurat.
Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah, antara lain sebagai berikut.
Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah, antara lain sebagai berikut.
1)
Harus menutup aurat, sebagaimana yang dikehendaki
syariat.
2)
Tidak terlalu tipis sehinggga kelihatan
bayang-bayang tubuh dari luar.
3)
Tidak ketat atau sempit sehingga tidak menonjolkan
bentuk tubuh.
4)
Tidak bewarna menyala yang menarik perhatian orang,
tetapi bewarna suram
atau gelap
seperti hitam atau kelabu asap.
5)
Tidak dipakai dengan bau-bauan yang harum.
6)
Tidak ber-tasyabbuh (menyerupai) pakaian
laki-laki.
7)
Tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir
dan musyrik.
8) Bukan untuk bermegah-megahan
atau show only.
Aurat
perempuan yang merdeka dalam shalat adalah seluruh badan, kecuali muka dan
telapak tangan hingga pergelangan. Sedangkan aurat perempuan merdeka di luar
shalat di hadapan laki-laki ajnabi
(bukan mahram) adalah seluruh badan. Oleh sebab itu, wanita wajib menutup atau
melindungi seluruh badan dari pandangan laki-laki yang ajnabi untuk menghindari fitnah. Demikian menurut Mahzab Syafi’i.
Di
hadapan perempuan yang kafir, aurat perempuan muslimah adalah seluruh badan,
kecuali muka, kepala, leher, dua telapak tangan sampai kedua siku, dan kedua
telapak kakinya. Demikian juga aurat ketika dihadapan perempuan yang tidak
jelas pribadi atau rusak akhlaknya.
Sunah-sunah yang
berkaitan dengan melepas dan memakai pakaian sebagai berikut.
1)
mengucapkan basmalah;
2)
memulai dengan yang sebelah kanan ketika akan
memakai pakaian, serta
3)
melepaskan pakaian dengan bagaian kira terlebih
dahulu.
c. Laki-Laki
Dilarang Memakai Cincin Emas dan Pakaian Sutra
Laki-laki dilarang untuk memakai cincin emas dan pakaian yang terbuat dari
sutra. Ali bin Abi Thalib r.a.
berkata, “Rasulullah saw. pernah melarang
aku memakai cincin emas dan pakaian sutra serta pakaian yang dicelup dengan
‘asfar.”(H.R. at-Tabrani)
Yang dimaksud dengan ‘asfar
adalah semacam wenter bewarna kuning yang kebanyakan dipakai wanita kafir pada
zaman itu.
Ibnu Umar meriwayatkan ayat yang artinya “Rasulullah saw. pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup
dengan ‘asfar. Kemudian, beliau bersabda,”Ini adalah pakaian orang-orang kafir
maka jangan engkau pakai.”
2. Tata Krama Berhias
Pada
hakikatnya, Islam mencintai keindahan selama masih berada dalam batasan yang wajar dan tidak bertentangan dengan
norma-norma agama. Beberapa
ketentuan agama dalam masalah berhias, antara lain sebagai berikut.
- Laki-laki dilarang memakai cincin emas.
- Tidak boleh bertato dan mengikir gigi, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya, “Rasulullah saw. melaknat perempuan yang menato dan yang minta ditato, yang mengikir gigi dan yang minta dikikir giginya.”(H.R. at-Tabrani)
- Tidak boleh menyambung rambut, sebagaimana riwayat H.R. al-Bukhari yang artinya, “Seorang perempuan bertanya kepada Nabi saw.,"Ya Rasulullah, sesungguhnya anak saya tertimpa suatu penyakit sehingga rontok rambutnya dan saya ingin menikahkannya. Apakah saya boleh menyambung rambutnya?”Rasulullah saw. menjawab, Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambung rambutnya.”(H.R. al-Bukhari)
- Tidak boleh berlebih-lebihan karena dapat mengakibatkan munculnya sifat sombong. Selain itu berlebih-lebihan temasuk tindakan boros. Padahal, perilaku boros sangat dibenci Allah swt., sebagaimana firman-Nya berikut ini.
Artinya :
Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang
pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra/17: 26-27)
3. Tata
Krama Bertamu
Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali
persahabatan yang sangat dianjurkan oleh Islan. Namun, ada beberapa tata karma
yang harus diperhatikan ketika bertamu. Islam telah memberi bimbingan dalam
bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat. Tiga waktu aurat adalah
waktu-waktu sehabis Zuhur, sesudah Isya, dan sebelum Subuh. Allah berfirman sebagai berikut.
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba
sahaya (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum
balig (dewasa) di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (kesempatan)
yaitu, sebelum shalat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di
tengah hari, dan setelah sholat Isya'. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada
dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu; mereka
keluar masuk melayani kamu, sebagian kamu atas sebagian yang lain. Demikianlah
Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana. (QS. An-Nur/24: 58)
Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai
waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan untuk beristirahat.
Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang tidak lengkap
sehingga sebagian auratnya terbuka.
Ada beberapa adab yang harus kita
perhatikan ketika akan bertamu.
a. Berpakaian rapi dan pantas untuk menghormati
tuan rumah. Allah SWT. berfirman sebagai berikut.
Artinya
:
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat
baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian
kejahatan) itu untuk dirimu sendiri ....(QS. Al-Isra/17: 7)
b. Meminta izin tuan rumah dengan
memberi salam ketika datang, sebagaimana terdapat pada Al Qur’an Surah an-Nur
ayat 27 berikut ini.
Artinya
:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki
rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (QS. An-Nur/24:
27)
Diriwayatkan pula dalam sebuah hadis yang
artinya,
Bahwasannya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi saw., sedangkan
beliau ada di dalam rumah. Orang itu berkata,“Bolehkah aku masuk?“ Nabi saw.
Bersabda kepada pembantunya, “Temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta
izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan ,“Assalamu’alaikum, bolehkah aku
masuk?“ Laki-laki itu mendengar apa yang diajarkan Nabi saw. Memberi izin
kepadanya maka masuklah ia.
(H.R. Abu Dawud)
c. Tidak boleh mengintip ke dalam rumah,
sebagaimana diriwayatakan dalam sebuah hadis yang artinya sebagai berikut.
Dari Sahl bin Sa’ad ia berkata,“Ada seorang laki-laki mengintip dari
sebuah lubang pintu rumah Rasulullah saw. dan pada waktu itu beliau sedang
menyisir rambutnya. Lalu, Rasulullah saw. bersabda,“Jika aku tahu engkau
mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk
meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata." (H.R. al-Bukhari)
d. Minta izin masuk maksimal tiga kali dan kembali jika tidak ada
jawaban.
e. Memperkenalkan diri sebelum masuk,
sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis yang artinya sebagai berikut.
Dari Jabir r.a. ia berkata,“Aku pernah datang kepada Rasululah saw., lalu
aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi saw. bertanya, ’Siapakah itu?’ Aku
menjawab, ’Saya.’ Beliau bersabda,’Saya,saya...!’ seakan-akan beliau marah.” (H.R. al-Bukhari)
f. Tamu
laki-laki dilarang masuk ke rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita. Dalam
kondisi seperti ini, sebaiknya tamu ditemui di luar rumah.
g. Masuk dan duduk dengan sopan jika sudah
dipersilahkan serta pandangan mata tidak
ke mana-mana.
h. Menikmati jamuan tuan rumah dengan
senang hati dan tidak menuggu tuan rumah mempersilahkan berkal-kali.
i.
Segeralah
pulang setelah selesai urusan agar tidak mengganggu tuan rumah jika masih ada
acara lain.
j.
Lama
waktu bertamu maksimal tiga malam, kecuali jika tuan rumah menghendaki lebih.
4.
Tata Krama Menerima Tamu
Sebagai
agama yang sempurna, Islam memberi tuntunan bagi umatnya dalam menerima tamu.
Demikian pentingnya masalah ini sehingga Rasulullah saw. menjadikannya sebagai
ukuran kesempurnaan iman, sebagaimana sabdanya yang artinya, Barang siapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. (HR. Al-Bukhari).
Cara
menerima tamu yang baik sebagai berikut.
a. Berpakaian yang pantas untuk
menghormati tamu yang datang.
b. Menerima tamu dengan sikap yang baik dan
wajah ceria.
c. Menjamu tamu sesuai kemampuan dan
tidak perlu mengada-adakan sehingga memberatkan.
d. Lama waktu menjamu tamu adalah tiga
hari, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya, Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya merupakan
sedekah baginya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
e. Mengantarkan tamu sampai ke pintu halaman
ketika tamu pulang.
5.
Tata Krama dalam Perjalanan
Menurut
Rasulullah saw., perjalanan merupakan penggalan dari azab. Hal itu disabdakan
oleh beliau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dari Abu Hurairah
yang artinya, Perjalanan itu ialah bagian
dari azab yang menghalangi salah seorang diantara kalian dari makan, minum dan
tidur Jika telah menunaikan hajatnya, segeralah ia kembali kepada keluarganya.
(HR. Al-Bukhari: 1804).
Dari
hadis tersebut, dapat dipahami bahwa melakukan perjalanan adalah hal yang
berat. Agar perjalanan dapat berjalan lancar dan selamat sampai tujuan, Islam memberikan
tuntunan adab dan tata krama yang harus dikerjakan sebelum, selama, dan sesudah
melakukan perjalanan.
a. Adab sebelum Memulai Perjalanan
Adab
yang dikerjakan sebelum memulai perjalanan adalah sebagai berikut.
1.) Melakukan Persiapan
Agar perjalanan
berlangsung dengan baik, orang yang akan bepergian sebaiknya melakukan persiapan. Persiapan
yang dapat dilakukan meliputi beberapa hal sebagai berikut.
a) Mengerjakan salat istikharah jika merasa
ragu-ragu untuk bepergian atau tidak;
b) Bertobat kepada Allah swt. atas segala
perbuatan dosa yang pernah dilakukan;
c) Menyelesaikan segala urusan yang menjadi
tanggungan, seperti menyampaikan amanat, membayar utang, dan mengembalikan
pinjaman;
d) Menulis wasiat kepada seseorang jika masih
memiliki tanggungan yang harus diselesaikan;
e) Menitipkan keluarga kepada orang yang
dipercaya.
2.)
Bermusyawarah
Sebelum berangkat, musafir
sebaiknya melakukan musyawarah dengan keluarganya dan atau orang-orang yang
hendak pergi bersamanya. Hal
yang dibahas dalam musyawarah :
a. Barang-barang yang harus
dibawa;
b. Kendaraan yang akan
ditumpangi;
c. Rute perjalanan yang akan
dilalui;
d. Penentuan orang yang
menjadi pemimpin dalam perjalanan.
3.) Berpamitan
Sebelum berangkat, seorang
musafir sebaiknya berpamitan kepada keluarga yang ditinggalkannya, seperti
istri, anak, saudara, serta tetangganya.
b. Adab selama Perjalanan
Adapun adab selama perjalanan
adalah sebagai berikut.
1) Membaca doa keluar rumah.
2) Membaca doa safar pada waktu menaiki
kendaraan.
3) Membaca takbir ketika jalan menaik dan
tasbih ketika jalan menurun.
4) Saling menolong, saling mengasihi, saling
berbagi kebutuhan dan pekerjaan dengan sesama teman perjalanan.
5) Jika urusan telah selesai, hendaknya musafir
segera pulang.
c. Adab sesudah Perjalanan
Adab
yang dikerjakan sesudah perjalanan sebagai berikut.
1) Saat hendak pulang, membaca doa.
2) Melafalkan ucapan syukur.
3) Mengerjakan salat dua rokaat setelah
menempuh perjalanan jauh. Melaksanakan salah akan memberikan ketenangan jiwa.
4) Membawakan hadiah bagi keluarga dan
orang-orang yang ditinggalkan.
5) Bagi orang yang ditinggalkan, sebaiknya
menyambut kedatangan orang yang bepergian dengan penuh kegembiraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar