Rabu, 30 April 2014

Tata Krama Pribadi

 Bertata Krama


Islam sangat memperhatikan aturan-aturan dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu dimaksudkan agar kehidupan manusia dapat berjalan dengan baik, harmonis, dan terjaga nilai-nilai kemanusiaan. Dalam hal bertata krama, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, misalnya berpakaian, berhias, dalam perjalanan, bertemu, dan menerima tamu.

1.  Tata Krama Berpakaian
            Ada beberapa masalah yang perlu kita ketahui dalam berpakaian, seperti fungsi pakaian dan adab pakaian.
a.      Fungsi Pakaian
Ada tiga macam fungsi pakaian, yaitu sebagai penutup aurat, untuk menjaga kesehatan, dan untuk keindahan. Tuntutan Islam mengandung didikan moral yang tinggi. Dalam masalah aurat, Islam telah menetapkan bahwa aurat laki-laki adalah antara pusar dan kedua lutut. Adapun bagi perempuan adalah seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan.
Islam tidak memberikan batasan untuk bentuk atau model pakaian, karena hal itu berkaitan dengan budaya setempat. Kita diperkenankan memakai model pakaian apapun selama memenuhi persyaratan sebagai penutup aurat.
Pakaian adalah penutup tubuh yang dapat memberikan proteksi dari bahaya asusila, memberikan perlindungan dari sengatan matahari juga terpaan hujan, sebagai identitas seseorang, sebagai harga diri seseorang, dan untuk menjaga rasa malu seseorang. Apabila dahulu pakaian yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat dan longgar, sehingga tidak memberikan gambaran atau relief bentuk tubuh seseorang, terutama kaum wanita, kini orang-orang justru menyebut pakaian seperti itu kuno dan tidak mengikuti mode atau tidak modis. Uniknya lagi, makin sedikit bahan yang digunakan dan makin ketat pakaian tersebut, maka makin mahal harganya. Namun perlu diperhatikan bahwa orang yang tidak mampu dan tidak mau menjaga aurat berarti ia memiliki kesamaan dengan orang gila.
Kita harus ingat bahwa pakaian orang gila tidak pantas dikenakan di depan umum. Pelecehan seksual juga banyak diakibatkan dari pemakaian yang mengumbar aurat tersebut. Sebagaimana telah diperintahkan Allah SWT. untuk memakai pakaian yang menutup aurat, dalam Surah al A’raf ayat 26 dan Surah al Ahzab ayat 59 sebagai berikut.








         
Artinya :
Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat. 
(QS. Al A’raf/7: 26)


Artinya :
Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab/33: 59)

 b.     Adab Berpakaian
Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit) sehingga menonjolkan bentuk tubuh pemakainya. Kedua cara berpakaian tersebut dilarang oleh Islam karena hanya akan menarik perhatian dan menimbulkan kemaksiatan. Dalam hal ini, Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :
Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu1) kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam), 2) perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk surga dan tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga itu dapat tersium sejauh perjalanan demikian dan demikian. (H.R. Muslim)

Maksud kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi adalah perempuan-perempuan yang suka menggunakan rambut sambungan. Mereka ingin rambutnya tampak banyak dan panjang, sebagaimana wanita lainnya. Adapun rambutnya seperti punuk unta adalah sebutan bagi wanita yang suka menyanggul rambutnya. Sedangkan mereka dikatakan berpakaian, tetapi telanjang adalah mereka yang menempelkan pakaian pada tubuhnya, tetapi tidak berfungsi sebagai penutup aurat. 

Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah, antara lain sebagai berikut.
         1)      Harus menutup aurat, sebagaimana yang dikehendaki syariat.
         2)      Tidak terlalu tipis sehinggga kelihatan bayang-bayang tubuh dari luar.
         3)      Tidak ketat atau sempit sehingga tidak menonjolkan bentuk tubuh.
         4)      Tidak bewarna menyala yang menarik perhatian orang, tetapi bewarna suram
atau gelap seperti hitam atau kelabu asap.
         5)      Tidak dipakai dengan bau-bauan yang harum.
         6)      Tidak ber-tasyabbuh (menyerupai) pakaian laki-laki.
         7)      Tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir dan musyrik.
         8)      Bukan untuk bermegah-megahan atau show only.

Aurat perempuan yang merdeka dalam shalat adalah seluruh badan, kecuali muka dan telapak tangan hingga pergelangan. Sedangkan aurat perempuan merdeka di luar shalat di hadapan laki-laki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh badan. Oleh sebab itu, wanita wajib menutup atau melindungi seluruh badan dari pandangan laki-laki yang ajnabi untuk menghindari fitnah. Demikian menurut Mahzab Syafi’i.
Di hadapan perempuan yang kafir, aurat perempuan muslimah adalah seluruh badan, kecuali muka, kepala, leher, dua telapak tangan sampai kedua siku, dan kedua telapak kakinya. Demikian juga aurat ketika dihadapan perempuan yang tidak jelas pribadi atau rusak akhlaknya.
 Sunah-sunah yang berkaitan dengan melepas dan memakai pakaian sebagai berikut.
        1)       mengucapkan basmalah;
        2)       memulai dengan yang sebelah kanan ketika akan memakai pakaian, serta
        3)       melepaskan pakaian dengan bagaian kira terlebih dahulu.

c.      Laki-Laki Dilarang Memakai Cincin Emas dan Pakaian Sutra
Laki-laki dilarang untuk memakai cincin emas dan pakaian yang terbuat dari sutra. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, Rasulullah saw. pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutra serta pakaian yang dicelup dengan ‘asfar.”(H.R. at-Tabrani)
Yang dimaksud dengan ‘asfar adalah semacam wenter bewarna kuning yang kebanyakan dipakai wanita kafir pada zaman itu.
Ibnu Umar meriwayatkan ayat yang artinya Rasulullah saw. pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengan ‘asfar. Kemudian, beliau bersabda,”Ini adalah pakaian orang-orang kafir maka jangan engkau pakai.”


2.   Tata Krama Berhias
Pada hakikatnya, Islam mencintai keindahan selama masih berada dalam batasan yang wajar dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama. Beberapa ketentuan agama dalam masalah berhias, antara lain sebagai berikut.
  1. Laki-laki dilarang memakai cincin emas. 
  2. Tidak boleh bertato dan mengikir gigi, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya,  Rasulullah saw. melaknat perempuan yang menato dan yang minta ditato, yang mengikir gigi dan  yang minta dikikir giginya.”(H.R. at-Tabrani)
  3. Tidak boleh menyambung rambut, sebagaimana riwayat H.R. al-Bukhari yang artinya, “Seorang perempuan bertanya kepada Nabi saw.,"Ya Rasulullah, sesungguhnya anak saya tertimpa suatu penyakit sehingga rontok rambutnya dan saya ingin menikahkannya. Apakah saya boleh menyambung rambutnya?”Rasulullah saw. menjawab, Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambung rambutnya.”(H.R. al-Bukhari) 
  4. Tidak boleh berlebih-lebihan karena dapat mengakibatkan munculnya sifat sombong. Selain itu berlebih-lebihan temasuk tindakan boros. Padahal, perilaku boros sangat dibenci Allah swt., sebagaimana firman-Nya berikut ini.








 





Artinya :
Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra/17: 26-27)

3.  Tata Krama Bertamu
      Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang sangat dianjurkan oleh Islan. Namun, ada beberapa tata karma yang harus diperhatikan ketika bertamu. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat. Tiga waktu aurat adalah waktu-waktu sehabis Zuhur, sesudah Isya, dan sebelum Subuh. Allah berfirman sebagai berikut.


Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba sahaya (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig (dewasa) di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (kesempatan) yaitu, sebelum shalat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan setelah sholat Isya'. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu; mereka keluar masuk melayani kamu, sebagian kamu atas sebagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. An-Nur/24: 58)

      Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan untuk beristirahat. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang tidak lengkap sehingga sebagian auratnya terbuka.
      Ada beberapa adab yang harus kita perhatikan ketika akan bertamu.
a.    Berpakaian rapi dan pantas untuk menghormati tuan rumah. Allah SWT. berfirman sebagai berikut.
 
            Artinya :
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri ....(QS. Al-Isra/17: 7)
b.  Meminta izin tuan rumah dengan memberi salam ketika datang, sebagaimana terdapat pada Al Qur’an Surah an-Nur ayat 27 berikut ini. 
            Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (QS. An-Nur/24: 27) 
Diriwayatkan pula dalam sebuah hadis yang artinya,
Bahwasannya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi saw., sedangkan beliau ada di dalam rumah. Orang itu berkata,“Bolehkah aku masuk?“ Nabi saw. Bersabda kepada pembantunya, “Temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan ,“Assalamu’alaikum, bolehkah aku masuk?“ Laki-laki itu mendengar apa yang diajarkan Nabi saw. Memberi izin kepadanya maka masuklah ia. 
(H.R. Abu Dawud) 
c.  Tidak boleh mengintip ke dalam rumah, sebagaimana diriwayatakan dalam sebuah hadis yang artinya sebagai berikut.
Dari Sahl bin Sa’ad ia berkata,“Ada seorang laki-laki mengintip dari sebuah lubang pintu rumah Rasulullah saw. dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Lalu, Rasulullah saw. bersabda,“Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata." (H.R. al-Bukhari)
d.  Minta izin masuk maksimal tiga kali dan kembali jika tidak ada jawaban.
e.  Memperkenalkan diri sebelum masuk, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis yang artinya sebagai berikut.
Dari Jabir r.a. ia berkata,“Aku pernah datang kepada Rasululah saw., lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi saw. bertanya, ’Siapakah itu?’ Aku menjawab, ’Saya.’ Beliau bersabda,’Saya,saya...!’ seakan-akan beliau marah.” (H.R. al-Bukhari)

f.  Tamu laki-laki dilarang masuk ke rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya tamu ditemui di luar rumah.
g.   Masuk dan duduk dengan sopan jika sudah dipersilahkan serta pandangan mata tidak
      ke mana-mana.
h.   Menikmati jamuan tuan rumah dengan senang hati dan tidak menuggu tuan rumah mempersilahkan berkal-kali.
i.        Segeralah pulang setelah selesai urusan agar tidak mengganggu tuan rumah jika masih ada acara lain.
j.        Lama waktu bertamu maksimal tiga malam, kecuali jika tuan rumah menghendaki lebih.


4.  Tata Krama Menerima Tamu
Sebagai agama yang sempurna, Islam memberi tuntunan bagi umatnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini sehingga Rasulullah saw. menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman, sebagaimana sabdanya yang artinya, Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. (HR. Al-Bukhari).
Cara menerima tamu yang baik sebagai berikut.
a.       Berpakaian yang pantas untuk menghormati tamu yang datang.
b.      Menerima tamu dengan sikap yang baik dan wajah ceria.
c.       Menjamu tamu sesuai kemampuan dan tidak perlu mengada-adakan sehingga memberatkan.
d.      Lama waktu menjamu tamu adalah tiga hari, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya, Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya merupakan sedekah baginya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
e.      Mengantarkan tamu sampai ke pintu halaman ketika tamu pulang.

5.  Tata Krama dalam Perjalanan
Menurut Rasulullah saw., perjalanan merupakan penggalan dari azab. Hal itu disabdakan oleh beliau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dari Abu Hurairah yang artinya, Perjalanan itu ialah bagian dari azab yang menghalangi salah seorang diantara kalian dari makan, minum dan tidur Jika telah menunaikan hajatnya, segeralah ia kembali kepada keluarganya. (HR. Al-Bukhari: 1804).
Dari hadis tersebut, dapat dipahami bahwa melakukan perjalanan adalah hal yang berat. Agar perjalanan dapat berjalan lancar dan selamat sampai tujuan, Islam memberikan tuntunan adab dan tata krama yang harus dikerjakan sebelum, selama, dan sesudah melakukan perjalanan.

a.   Adab sebelum Memulai Perjalanan
      Adab yang dikerjakan sebelum memulai perjalanan adalah sebagai berikut.
      1.)  Melakukan Persiapan
Agar perjalanan berlangsung dengan baik, orang yang akan bepergian sebaiknya melakukan persiapan. Persiapan yang dapat dilakukan meliputi beberapa hal sebagai berikut.
a) Mengerjakan salat istikharah jika merasa ragu-ragu untuk bepergian atau tidak;
b) Bertobat kepada Allah swt. atas segala perbuatan dosa yang pernah dilakukan;
c) Menyelesaikan segala urusan yang menjadi tanggungan, seperti menyampaikan amanat, membayar utang, dan mengembalikan pinjaman;
d) Menulis wasiat kepada seseorang jika masih memiliki tanggungan yang harus diselesaikan;
e) Menitipkan keluarga kepada orang yang dipercaya.
2.)  Bermusyawarah  
Sebelum berangkat, musafir sebaiknya melakukan musyawarah dengan keluarganya dan atau orang-orang yang hendak pergi bersamanya. Hal yang dibahas dalam musyawarah :
a. Barang-barang yang harus dibawa;
b. Kendaraan yang akan ditumpangi;
c. Rute perjalanan yang akan dilalui;
d. Penentuan orang yang menjadi pemimpin dalam perjalanan.
            3.)  Berpamitan
Sebelum berangkat, seorang musafir sebaiknya berpamitan kepada keluarga yang ditinggalkannya, seperti istri, anak, saudara, serta tetangganya. 

b.   Adab selama Perjalanan
            Adapun adab selama perjalanan adalah sebagai berikut.
1)      Membaca doa keluar rumah.
2)      Membaca doa safar pada waktu menaiki kendaraan.
3)      Membaca takbir ketika jalan menaik dan tasbih ketika jalan menurun.
4)      Saling menolong, saling mengasihi, saling berbagi kebutuhan dan pekerjaan dengan sesama teman perjalanan.
5)      Jika urusan telah selesai, hendaknya musafir segera pulang.

c.   Adab sesudah Perjalanan
      Adab yang dikerjakan sesudah perjalanan sebagai berikut.
1)      Saat hendak pulang, membaca doa.
2)      Melafalkan ucapan syukur.
3)      Mengerjakan salat dua rokaat setelah menempuh perjalanan jauh. Melaksanakan salah akan memberikan ketenangan jiwa.
4)      Membawakan hadiah bagi keluarga dan orang-orang yang ditinggalkan.
5)      Bagi orang yang ditinggalkan, sebaiknya menyambut kedatangan orang yang bepergian dengan penuh kegembiraan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar