Rabu, 30 April 2014

Haji dan Umrah serta Penyelenggaraannya

Rukun Islam yang terakhir adalah pegi haji ke Baitullah. Ibadah haji ditentukan kepada muslim yang mampu. Pengertian mampu atau kuasa, yaitu mempunyai bekal yang cukup untuk pergi dan bekal bagi keluarga yang ditinggalkannya. Sama halnya dengan umrah yang dapat dilakukan pada bulan-bulan lain selain bulan Zulhijah. Firman Allah swt dalam surat Al Baqarah ayat 125.
Artinya: Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebaagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud."

1. Pengertian Haji dan Umrah
Pengertian haji menurut bahasa (etimologi) adalah pergi ke Baitullah (Kakbah) untuk melaksanakan ibadah yang telah ditetapkan atau ditentukan Allah swt. dalam pengertian syara’ haji adalah sengaja mengunjungi Ka’bah dengan niat beribadah pada waktu tertentu dengan syarat-syarat dan cara-cara yang telah ditentukan. Firman Allah swt. menyatakan sebagai berikut.
Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.....” (QS Al Baqarah 197)

Sedangkan pengertian haji secara istilah (terminologi) adalah pergi beribadah ke tanah suci (Mekah), melakukan tawaf, sa’i, dan wukuf di Padang Arafah serta melaksanakan semua ketentuan-ketentuan haji di bulan Zulhijah.

Pengertian umrah menurut bahasa (etimologi) yaitu diambil dari kata i’tamara yang artinya berkunjung. Dalam syariat, umrah artinya berkunjung ke Baitulah (Masjidil Haram) dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah dengan memenuhi syarat tertentu yang waktunya tidak ditentukan seperti halnya haji. Umrah menurut bahasa berarti ziarah. Sedangkan umrah menurut istilah adalah ziarah ke Kakbah, tawaf, sa’i, dan tahallul.

2. Hukum Haji dan Umrah
Hukum melaksanakan haji adalah wajib ’ain bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat dan mampu. Hal tersebut  sesuai dengan firman Allah swt.
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (di antaranya) maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia.. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran: 97)

Sebagian ulama berpendapat bahwa umrah hukumnya mutahabah, artinya baik untuk dilakukan dan tidak diwajibkan. Hadis Nabi Muhammad saw. menyatakan,”Haji adalah jihad, sedangkan umrah adalah tatawwu.” (HR Ibnu Majah). Tatawwu maksudnya adalah tidak diwajibkan, tetapi baik dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan melakukannya lebih utama daripada meninggalkannya karena tatawwu mempunyai ganjaran pahala.

3. Syarat, Rukun, Wajib, serta Sunnah Haji dan Umrah
Haji dan umrah memiliki beberapa ketentuan berupa rukun, syarat, dan sunnahnya agar ibadah haji tersebut dapat terlaksana dengan tertib.

a. Syarat Haji. Syarat wajib haji yakni sebagai berikut.
1. Mampu (kuasa/istitha’ah)
2. Beragama Islam
3. Berakal sehat
4. Baligh (dewasa)
5. Merdeka (bebas, sedang tidak dalam tahanan)

Adapun pengertian mampu sebagai salah satu syarat wajib haji meliputi keadaan berikut.
  1. Memiliki bekal untuk keperluan perjalanan dan biaya hidup selama beribadah haji serta biaya hidup bagi keluarga yang ditinggalkannya.
  2. Aman dalam perjalanan, sehingga terjamin jiwa dan harta calon haji. Untuk menjamin keamanan jiwa dan harta calon haji wanita, maka menjadi syarat wajib baginya serta bersama suaminya atau mahramnya.
  3. Sehat badan. Calon haji hendaknya sehat jasmaninya, karena haji merupakan ibadah yang banyak memerlukan tenaga fisik. Orang yang sudah terkena kewajiban haji (telah memenuhi syarat wajib) tetapi tidak dapat melaksanakan haji karena sakit atau tua, maka kewajibannya harus digantikan.  

b. Rukun Haji
Rukun maksudnya sesuatu yang harus ada. Rukun haji adalah perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan pada waktu haji. Apabila perbuatan itu tidak dikerjakan, maka ibadah haji menjadi batal, dan harus diulang pada waktu yang lain. Adapun rukun haji adalah sebagai berikut.

1) Ihram, yaitu berniat untuk mulai mengerjakan ibadah haji dengan memakai kain putih yang tidak dijahit. Ibadah ini dimulai setelah sampai di miqat (batas-batas yang telah ditetapkan). Miqat ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a)miqat zamani, yakni batas yang telah ditentukan berdasarkan waktu. Mulai dari bulan Syawal sampai terbit fajar tanggal 10 Zulhijah. Jadi, hanya pada masa itulah ibadah haji bisa dlaksanakan.
b)miqat makani, yaitu batas yang telah ditetapkan berdasarkan tempat. 

Miqat makani dibagi menjadi beberapa tempat sebagai berikut.
  • Bagi orang yang bermukim di Mekah, niat ihram dihitung setelah keluar dari Mekah.
  • Bagi orang yang berasal dari Madinah dan sekitarnya, niat ihram dimulai sejak mereka sampai di Dzulhulaifah (Bir Ali).
  • Bagi orang dari Syam, Mesir, dan arah barat, memulai ihram mereka ketika sampai di Juhfah.
  • Bagi orang yang datang dari Yaman dan Hijaz, ihram dimulai setelah mereka sampai di Bukit Qarnul Manazil.
  • Bagi orang dari India, Indonesia, dan negara yang searah memulai ihram setelah mereka berada di Bukit Yalamlam.
  • Bagi orang yang datag dari arah Irak dan yang searah dengannya, ihram dimulai dari Dzatu Irqin.
Sebelum melakukan ihram, disunahkan mandi, membersihkan badan, memotong kuku, mencukur kumis, dan memakai wangi-wangian pada tubuh dan rambut. Setelah memakai pakaian ihram, disunahkan shalat dua rakaat dan selalu membaca talbiyah. Pakaian ihram laki-laki berbeda dengan pakaian ihram untuk perempuan. Bagi laki-laki berupa pakaian tidak berjahit dan tidak menutup kepala, sedangkan bagi perempuan, berupa pakaian yang menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.  

2) Wukuf. Wukuf yang dilaksanakan di Arafah adalah berhenti di Padang Arafah sejak tergelincirnya matahari tanggal 9 Zulhijah sampai terbit fajar pada tanggal 10 Zulhijah. Wukuf merupakan rukun yang terpenting dari haji. Jika wukuf sampai tidak dilaksanakan dengan alasan apapun, maka hajinya tidak sah dan harus diulang. Selama wuquf disunahkan menghadap kiblat dan memperbanyak istighfar, do’a, baik untuk pribadi maupun orang lain mengenai kepentingan agama dan dunia disertai rasa takwa dan prihatin penuh sambil mengangkat kedua tangan. 

3) Tawaf. Tawaf adalah mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali. Macam-macam tawaf itu sendiri ada lima macam, yakni seperti berikut ini.
  1. Tawaf qudum adalah tawaf yang dilakukan ketika baru sampai di Mekah.
  2. Tawaf ifadah adalah tawaf yang menjadi rukun haji. Tawaf ifadah dilakukan dengan mengelilingi Kakbah sebanyak 7 kali dengan syarat: (a) Suci dari hadas dan najis, baik badan maupun pakaian. (b) Menutup aurat. (c) Hendaknya sempurna tujuh kali. (d) Kakbah berada di sebelah kiri orang yang mengelilinginya. (e) Memulai tawaf dari arah Hajar Aswad (batu hitam) yang terletak di salah satu pojok di  luar Kakbah dan diakhiri di Hajar Aswad pula.
  3. Tawaf sunah adalah tawaf yang dilakukan semata-mata mencari rida Allah swt.
  4. Tawaf nazar adalah tawaf yang dilakukan untuk memenuhi nazar.
  5. Tawaf wada adalah tawaf yang dilakukan sebelum meninggalkan kota Mekah.
4) Sa’i, adalah lari-lari kecil atau jalan cepat antara bukit Shafa dan Marwah. Syarat-syarat Sa’i adalah sebagai berikut: (a)   Dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah. (b)  Dilakukan sebanyak tujuh kali. (c)    Melakukan sa’i setelah tawaf qudum.

5) Tahalul, adalah mencukur atau menggunting rambut sedikitnya tiga helai. Mencukur rambut adalah salah satu rukun haji yang berfungsi sebagai tahallul (penghalal) terhadap beberapa hal yang diharamkan dalam haji. Ada pihak yang mengatakan bercukur sebagai rukun haji beralasan karena tidak dapat diganti dengan penyembelihan.

6) Tertib. Maksud dari tertib adalah menjalankan rukun islam secara berurutan.

c. Wajib Haji
Wajib haji adalah amalan-amalan dalam ibadah haji yang wajib dikerjakan tetapi sahnya haji tidak tergantung kepadanya. Jika wajib haji itu ditinggalkan, hajinya tetap sah asalkan membayar dam (denda). Wajib haji ada tujuh macam, yaitu sebagai berikut.

  1. Ihram mulai dari miqat. Miqat artinya batas. Maksudnya niat haji atau umrah harus dilaksanakan dari miqat yang ditentukan, baik miqat zamani (batas waktu) maupun miqat makani (batas tempat). Miqat zamani dimulai dari awal bulan Syawal sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijah. Miqat makani bagi jama’ah haji dari Indonesia adalah Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, jika akan langsung menuju Makkah. Jika menuju Madinah lebih dulu, maka miqatnya dari Birr Ali. 
  1. Bermalam di Muzdalifah pada malam hari raya haji. Bermalam di Muzdalifah dilakukan setelah wuquf di Arafah, yaitu sesudah terbenam matahari tanggal 9 Dzulhijah langsung berangkat ke Muzdalifah. Di Muzdalifah dilakukan salat maghrib dan isya’ dengan jamak dan qashar serta mengambil kerikil sebanyak 49 buah atau 70 buah untuk melontar jumrah. 
  1. Melempar Jumratul Aqabah. Melempar Jumratul Aqabah adalah melontarkan tujuh kerikil dengan tujuh kali lontaran pada tanggal 10 Dzulhijah di Mina. Waktu paling utama melontar jumrah adalah waktu dhuha. Setelah melempar jumrah aqabah, kemudian melaksanakan tahallul pertama dengan mencukur atau menggunting rambut, sehingga seluruh larangan ihram gugur kecuali menggauli isteri.
  1. Melempar tiga jumrah, yakni jumrah ula, jumrah wusta, dan jumrah aqabah. Melempar jumrah ini dilakukan setiap hari pada tanggal 11 12, dan 13 bulan Zulhijah dan waktunya setelah tergelincir matahari. Masing-masing jumrah dilempar sebanyak 7 (tujuh) kali dengan batu kecil, setiap lontaran satu kerikil. Boleh melontar tanggal 11 dan 12 saja, kemudian kembali ke Makkah dan itulah yang dinamakan nafar tsani. 

  1. Bermalam di Mina. Pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijah diwajibkan bermalam di Mina. Bagi yang nafar awal boleh bermalam di Mina hanya pada malam 11 dan 12 Dzulhijah saja. 
  1. Tawaf  wada. Tawaf wada dilakukan ketika akan meninggalkan Baitullah di Mekkah. Caranya sama dengan tawaf yang lain, yaitu mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali.
  1. Menjauhkan diri dari larangan atau perbuatan yang diharamkan selama haji dan umrah (muharramat), yakni sebagai berikut.
  • Laki-laki pria dilarang memakai pakaian berjahit. 
  • Menutup kepala bagi laki-laki dan menutup muka bagi perempuan.
  • Memotong kuku.
  • Membunuh atau memburu hewan binatang darat yang liar dan halal dimakan.
  • Bagi perempuan dan laki-laki dilarang memakai wangi-wangian baik pada badan maupun pakaian, sedangkan sewaktu akan ihram diperbolehkan bahkan dianjurkan oleh Rasulullah.
  • Hubungan suami istri (bersetubuh).
  • Mengadakan akad nikah (kawin atau mengawinkan) atau menjadi wali dalam akad nikah.
  • Memotong rambut atau bulu badan yang lain.
d. Sunah Haji 
  1. Cara mengerjakan haji dan umrah. Ada tiga macam sunah mengerjakan haji dan umrah, yaitu:  a. ifrad, yakni melakukan haji lebih dahulu, kemudian melakukan umrah b. tamattu, ialah mendahulukan umrah, kemudian menjalankan haji c. qiran, ibadah haji dan umrah dilakukan secara bersama-sama.
  2. Membaca talbiyah selama dalam ihram sanpai melempar jumrah aqabah pada Hari Raya Haji (Idul Adha). 
  3. Berdoa setelah membaca talbiyah. 
  4. Berzikir sewaktu tawaf. 
  5. Salat dua rakaat sesudah tawaf. 
  6. Masuk ke Kakbah (Baitullah).
e. Rukun dan wajib Umrah
1)      Rukun Umrah
a. Ihram disertai niat.
b. Tawaf  atau mengelilingi Kakbah.
c. Sa’i lari-lari kecil antara Shafa dan Marwah.
d. Bercukur atau memotong rambut minimal tiga helai.
2)      Wajib Umrah
a. Ihram dari miqat yang terbagi menjadi dua macam, sebagai berikut.
    (1) Miqat zamani (batas waktu), dapat dilakukan sewaktu-waktu.
    (2) Miqat makani (batas mulai ihram) seperti halnya haji.
b. Menjaga diri dari larangan-larangan ihram yang jumlahnya sama dengan larangan haji.

4. Perilaku Cerminan Hikmah Haji dan Umrah
  1. Mempelajari serta memahami ibadah haji dan umrah.
  2. Memahami sejarah nabi-nabi, khususnya Ibrahim dan Ismail karena berkaitan dengan ibadah haji. 
  3. Menghayati ajaran para nabi yang pada intinya mengajarkan ketakwaan hanya kepada Allah swt. 
  4. Selain menabung, juga meningkatkan kualitas takwa untuk bekal melaksanakan ibadah haji. 
  5. Mengerjakan segala kebajikan dengan kerelaan hati disertai kesabaran dan selalu besyukur. 
  6. Mempelajari manasik haji dan memahami doa-doa yang beraitan dengan haji dan umrah. 
  7. Sepulang haji atau umrah senantiasa memelihara ketakwaan dan mengamalkan perintah serta menjauhi larangan Allah swt.
  8. Memotivasi diri untuk mempelajari sirah nabawiah dan ayat-ayat Allah. 
  9. Melatih kesabaran dan berbuat baik disertai komitmen melaksanakan rukun Islam dengan ikhlas.

Tata Krama Pribadi

 Bertata Krama


Islam sangat memperhatikan aturan-aturan dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu dimaksudkan agar kehidupan manusia dapat berjalan dengan baik, harmonis, dan terjaga nilai-nilai kemanusiaan. Dalam hal bertata krama, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, misalnya berpakaian, berhias, dalam perjalanan, bertemu, dan menerima tamu.

1.  Tata Krama Berpakaian
            Ada beberapa masalah yang perlu kita ketahui dalam berpakaian, seperti fungsi pakaian dan adab pakaian.
a.      Fungsi Pakaian
Ada tiga macam fungsi pakaian, yaitu sebagai penutup aurat, untuk menjaga kesehatan, dan untuk keindahan. Tuntutan Islam mengandung didikan moral yang tinggi. Dalam masalah aurat, Islam telah menetapkan bahwa aurat laki-laki adalah antara pusar dan kedua lutut. Adapun bagi perempuan adalah seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan.
Islam tidak memberikan batasan untuk bentuk atau model pakaian, karena hal itu berkaitan dengan budaya setempat. Kita diperkenankan memakai model pakaian apapun selama memenuhi persyaratan sebagai penutup aurat.
Pakaian adalah penutup tubuh yang dapat memberikan proteksi dari bahaya asusila, memberikan perlindungan dari sengatan matahari juga terpaan hujan, sebagai identitas seseorang, sebagai harga diri seseorang, dan untuk menjaga rasa malu seseorang. Apabila dahulu pakaian yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat dan longgar, sehingga tidak memberikan gambaran atau relief bentuk tubuh seseorang, terutama kaum wanita, kini orang-orang justru menyebut pakaian seperti itu kuno dan tidak mengikuti mode atau tidak modis. Uniknya lagi, makin sedikit bahan yang digunakan dan makin ketat pakaian tersebut, maka makin mahal harganya. Namun perlu diperhatikan bahwa orang yang tidak mampu dan tidak mau menjaga aurat berarti ia memiliki kesamaan dengan orang gila.
Kita harus ingat bahwa pakaian orang gila tidak pantas dikenakan di depan umum. Pelecehan seksual juga banyak diakibatkan dari pemakaian yang mengumbar aurat tersebut. Sebagaimana telah diperintahkan Allah SWT. untuk memakai pakaian yang menutup aurat, dalam Surah al A’raf ayat 26 dan Surah al Ahzab ayat 59 sebagai berikut.








         
Artinya :
Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat. 
(QS. Al A’raf/7: 26)


Artinya :
Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab/33: 59)

 b.     Adab Berpakaian
Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit) sehingga menonjolkan bentuk tubuh pemakainya. Kedua cara berpakaian tersebut dilarang oleh Islam karena hanya akan menarik perhatian dan menimbulkan kemaksiatan. Dalam hal ini, Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :
Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu1) kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam), 2) perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk surga dan tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga itu dapat tersium sejauh perjalanan demikian dan demikian. (H.R. Muslim)

Maksud kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi adalah perempuan-perempuan yang suka menggunakan rambut sambungan. Mereka ingin rambutnya tampak banyak dan panjang, sebagaimana wanita lainnya. Adapun rambutnya seperti punuk unta adalah sebutan bagi wanita yang suka menyanggul rambutnya. Sedangkan mereka dikatakan berpakaian, tetapi telanjang adalah mereka yang menempelkan pakaian pada tubuhnya, tetapi tidak berfungsi sebagai penutup aurat. 

Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah, antara lain sebagai berikut.
         1)      Harus menutup aurat, sebagaimana yang dikehendaki syariat.
         2)      Tidak terlalu tipis sehinggga kelihatan bayang-bayang tubuh dari luar.
         3)      Tidak ketat atau sempit sehingga tidak menonjolkan bentuk tubuh.
         4)      Tidak bewarna menyala yang menarik perhatian orang, tetapi bewarna suram
atau gelap seperti hitam atau kelabu asap.
         5)      Tidak dipakai dengan bau-bauan yang harum.
         6)      Tidak ber-tasyabbuh (menyerupai) pakaian laki-laki.
         7)      Tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir dan musyrik.
         8)      Bukan untuk bermegah-megahan atau show only.

Aurat perempuan yang merdeka dalam shalat adalah seluruh badan, kecuali muka dan telapak tangan hingga pergelangan. Sedangkan aurat perempuan merdeka di luar shalat di hadapan laki-laki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh badan. Oleh sebab itu, wanita wajib menutup atau melindungi seluruh badan dari pandangan laki-laki yang ajnabi untuk menghindari fitnah. Demikian menurut Mahzab Syafi’i.
Di hadapan perempuan yang kafir, aurat perempuan muslimah adalah seluruh badan, kecuali muka, kepala, leher, dua telapak tangan sampai kedua siku, dan kedua telapak kakinya. Demikian juga aurat ketika dihadapan perempuan yang tidak jelas pribadi atau rusak akhlaknya.
 Sunah-sunah yang berkaitan dengan melepas dan memakai pakaian sebagai berikut.
        1)       mengucapkan basmalah;
        2)       memulai dengan yang sebelah kanan ketika akan memakai pakaian, serta
        3)       melepaskan pakaian dengan bagaian kira terlebih dahulu.

c.      Laki-Laki Dilarang Memakai Cincin Emas dan Pakaian Sutra
Laki-laki dilarang untuk memakai cincin emas dan pakaian yang terbuat dari sutra. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, Rasulullah saw. pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutra serta pakaian yang dicelup dengan ‘asfar.”(H.R. at-Tabrani)
Yang dimaksud dengan ‘asfar adalah semacam wenter bewarna kuning yang kebanyakan dipakai wanita kafir pada zaman itu.
Ibnu Umar meriwayatkan ayat yang artinya Rasulullah saw. pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengan ‘asfar. Kemudian, beliau bersabda,”Ini adalah pakaian orang-orang kafir maka jangan engkau pakai.”


2.   Tata Krama Berhias
Pada hakikatnya, Islam mencintai keindahan selama masih berada dalam batasan yang wajar dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama. Beberapa ketentuan agama dalam masalah berhias, antara lain sebagai berikut.
  1. Laki-laki dilarang memakai cincin emas. 
  2. Tidak boleh bertato dan mengikir gigi, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya,  Rasulullah saw. melaknat perempuan yang menato dan yang minta ditato, yang mengikir gigi dan  yang minta dikikir giginya.”(H.R. at-Tabrani)
  3. Tidak boleh menyambung rambut, sebagaimana riwayat H.R. al-Bukhari yang artinya, “Seorang perempuan bertanya kepada Nabi saw.,"Ya Rasulullah, sesungguhnya anak saya tertimpa suatu penyakit sehingga rontok rambutnya dan saya ingin menikahkannya. Apakah saya boleh menyambung rambutnya?”Rasulullah saw. menjawab, Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambung rambutnya.”(H.R. al-Bukhari) 
  4. Tidak boleh berlebih-lebihan karena dapat mengakibatkan munculnya sifat sombong. Selain itu berlebih-lebihan temasuk tindakan boros. Padahal, perilaku boros sangat dibenci Allah swt., sebagaimana firman-Nya berikut ini.








 





Artinya :
Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra/17: 26-27)

3.  Tata Krama Bertamu
      Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang sangat dianjurkan oleh Islan. Namun, ada beberapa tata karma yang harus diperhatikan ketika bertamu. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat. Tiga waktu aurat adalah waktu-waktu sehabis Zuhur, sesudah Isya, dan sebelum Subuh. Allah berfirman sebagai berikut.


Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba sahaya (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig (dewasa) di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (kesempatan) yaitu, sebelum shalat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan setelah sholat Isya'. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu; mereka keluar masuk melayani kamu, sebagian kamu atas sebagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. An-Nur/24: 58)

      Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan untuk beristirahat. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang tidak lengkap sehingga sebagian auratnya terbuka.
      Ada beberapa adab yang harus kita perhatikan ketika akan bertamu.
a.    Berpakaian rapi dan pantas untuk menghormati tuan rumah. Allah SWT. berfirman sebagai berikut.
 
            Artinya :
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri ....(QS. Al-Isra/17: 7)
b.  Meminta izin tuan rumah dengan memberi salam ketika datang, sebagaimana terdapat pada Al Qur’an Surah an-Nur ayat 27 berikut ini. 
            Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (QS. An-Nur/24: 27) 
Diriwayatkan pula dalam sebuah hadis yang artinya,
Bahwasannya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi saw., sedangkan beliau ada di dalam rumah. Orang itu berkata,“Bolehkah aku masuk?“ Nabi saw. Bersabda kepada pembantunya, “Temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan ,“Assalamu’alaikum, bolehkah aku masuk?“ Laki-laki itu mendengar apa yang diajarkan Nabi saw. Memberi izin kepadanya maka masuklah ia. 
(H.R. Abu Dawud) 
c.  Tidak boleh mengintip ke dalam rumah, sebagaimana diriwayatakan dalam sebuah hadis yang artinya sebagai berikut.
Dari Sahl bin Sa’ad ia berkata,“Ada seorang laki-laki mengintip dari sebuah lubang pintu rumah Rasulullah saw. dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Lalu, Rasulullah saw. bersabda,“Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata." (H.R. al-Bukhari)
d.  Minta izin masuk maksimal tiga kali dan kembali jika tidak ada jawaban.
e.  Memperkenalkan diri sebelum masuk, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis yang artinya sebagai berikut.
Dari Jabir r.a. ia berkata,“Aku pernah datang kepada Rasululah saw., lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi saw. bertanya, ’Siapakah itu?’ Aku menjawab, ’Saya.’ Beliau bersabda,’Saya,saya...!’ seakan-akan beliau marah.” (H.R. al-Bukhari)

f.  Tamu laki-laki dilarang masuk ke rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya tamu ditemui di luar rumah.
g.   Masuk dan duduk dengan sopan jika sudah dipersilahkan serta pandangan mata tidak
      ke mana-mana.
h.   Menikmati jamuan tuan rumah dengan senang hati dan tidak menuggu tuan rumah mempersilahkan berkal-kali.
i.        Segeralah pulang setelah selesai urusan agar tidak mengganggu tuan rumah jika masih ada acara lain.
j.        Lama waktu bertamu maksimal tiga malam, kecuali jika tuan rumah menghendaki lebih.


4.  Tata Krama Menerima Tamu
Sebagai agama yang sempurna, Islam memberi tuntunan bagi umatnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini sehingga Rasulullah saw. menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman, sebagaimana sabdanya yang artinya, Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. (HR. Al-Bukhari).
Cara menerima tamu yang baik sebagai berikut.
a.       Berpakaian yang pantas untuk menghormati tamu yang datang.
b.      Menerima tamu dengan sikap yang baik dan wajah ceria.
c.       Menjamu tamu sesuai kemampuan dan tidak perlu mengada-adakan sehingga memberatkan.
d.      Lama waktu menjamu tamu adalah tiga hari, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya, Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya merupakan sedekah baginya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
e.      Mengantarkan tamu sampai ke pintu halaman ketika tamu pulang.

5.  Tata Krama dalam Perjalanan
Menurut Rasulullah saw., perjalanan merupakan penggalan dari azab. Hal itu disabdakan oleh beliau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dari Abu Hurairah yang artinya, Perjalanan itu ialah bagian dari azab yang menghalangi salah seorang diantara kalian dari makan, minum dan tidur Jika telah menunaikan hajatnya, segeralah ia kembali kepada keluarganya. (HR. Al-Bukhari: 1804).
Dari hadis tersebut, dapat dipahami bahwa melakukan perjalanan adalah hal yang berat. Agar perjalanan dapat berjalan lancar dan selamat sampai tujuan, Islam memberikan tuntunan adab dan tata krama yang harus dikerjakan sebelum, selama, dan sesudah melakukan perjalanan.

a.   Adab sebelum Memulai Perjalanan
      Adab yang dikerjakan sebelum memulai perjalanan adalah sebagai berikut.
      1.)  Melakukan Persiapan
Agar perjalanan berlangsung dengan baik, orang yang akan bepergian sebaiknya melakukan persiapan. Persiapan yang dapat dilakukan meliputi beberapa hal sebagai berikut.
a) Mengerjakan salat istikharah jika merasa ragu-ragu untuk bepergian atau tidak;
b) Bertobat kepada Allah swt. atas segala perbuatan dosa yang pernah dilakukan;
c) Menyelesaikan segala urusan yang menjadi tanggungan, seperti menyampaikan amanat, membayar utang, dan mengembalikan pinjaman;
d) Menulis wasiat kepada seseorang jika masih memiliki tanggungan yang harus diselesaikan;
e) Menitipkan keluarga kepada orang yang dipercaya.
2.)  Bermusyawarah  
Sebelum berangkat, musafir sebaiknya melakukan musyawarah dengan keluarganya dan atau orang-orang yang hendak pergi bersamanya. Hal yang dibahas dalam musyawarah :
a. Barang-barang yang harus dibawa;
b. Kendaraan yang akan ditumpangi;
c. Rute perjalanan yang akan dilalui;
d. Penentuan orang yang menjadi pemimpin dalam perjalanan.
            3.)  Berpamitan
Sebelum berangkat, seorang musafir sebaiknya berpamitan kepada keluarga yang ditinggalkannya, seperti istri, anak, saudara, serta tetangganya. 

b.   Adab selama Perjalanan
            Adapun adab selama perjalanan adalah sebagai berikut.
1)      Membaca doa keluar rumah.
2)      Membaca doa safar pada waktu menaiki kendaraan.
3)      Membaca takbir ketika jalan menaik dan tasbih ketika jalan menurun.
4)      Saling menolong, saling mengasihi, saling berbagi kebutuhan dan pekerjaan dengan sesama teman perjalanan.
5)      Jika urusan telah selesai, hendaknya musafir segera pulang.

c.   Adab sesudah Perjalanan
      Adab yang dikerjakan sesudah perjalanan sebagai berikut.
1)      Saat hendak pulang, membaca doa.
2)      Melafalkan ucapan syukur.
3)      Mengerjakan salat dua rokaat setelah menempuh perjalanan jauh. Melaksanakan salah akan memberikan ketenangan jiwa.
4)      Membawakan hadiah bagi keluarga dan orang-orang yang ditinggalkan.
5)      Bagi orang yang ditinggalkan, sebaiknya menyambut kedatangan orang yang bepergian dengan penuh kegembiraan.